Minggu, 16 Desember 2012

Batara Sambu


Batara Mahadewa(Ganesa)


Batara Wisnu




SANG HYANG WISNU Sang Hyang Wisnu seorang Dewa, putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna. Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah: 1. Prabu Arjunasasrabau dari Maespati, 2. Patih Suwanda di Maespati, 3. Sri Rama, 4. Arjuna dan. 5. Prabu Kresna, Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri. Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting. Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama. Sang Hyang Wisnu bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka agak mendongak, hal mana menandakan bahwa ia bersuara nyaring. Bermahkota dengan jamang tiga susun, bergaruda membelakang dan bersunting waderan. Sebagian rambutnya terurai. Berbaju dan berkain rapekan pendeta. Keris terselip di bagian depan, sebagaimana halnya dengan pakaian dewa-dewa. Bergelang, berpontoh, beakeroncong dan bersepatu. Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma. Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta. Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 198

Batara Bayu




SANG HYANG BAYU Sang Hyang Bayu adalah Dewa angin. Dia putra Betara Guru dan berkuasa mengenyahkan seisi alam ini dengan anginnya. Tanda Dewa berjiwa bayu (angin) ialah berkain poleng (berkotak kotak) dan berkuku pancanaka pada ibu jari. Hyang Bayu mempunyai saudara-saudara tunggal-bayu, sama-sama berkekuatan angin; Yakni: 1. Sang Hanuman, 2. Wrekodara (Bratasena), 3. Wil Jajahwreka, 4. Begawan Maenaka, dan 5. Liman Satubanda, juga bernama Gajah Sena. Kalau berjalan, kelima saudara ini selalu diikuti oleh angin puyuh dan jalan mereka cepat sekali. Di dalam lakon Begawan Palasara Krama (kawin), Betara Bayu datang sebagai pemisah perselisihan paham antara Palasara dan Sentanu dalam memperebutkan kemuliaan dengan keputusan, bahwa Sentanu memilih kemuliaan di Marcapada (dunia), dan Palasara memilih kemuliaan di Kahyangan, (akhirat). Selain di dalam lakon ini, Betara Bayu juga kerapkali datang di Marcapada sebagai pemisah, apabila terjadi suatu perselisihan paham. Ketika Perang Baratayuda semakin mendekat, para Dewa turun ke negara Astina untuk memisahkan Pendewa dan Korawa yang bersengketa. Betara Bayu pun ikut turun. Namun segala daya-upaya para Dewa tak berhasil dan perang akhirnya pecah jugalah. Di dalam pewayangan, pada perang yang penghabisan yang lazim disebut perang sampak, Wrekodara (Bratasena) umumnya menyebabkan mati musuhnya. Setiap kali musuh mati, menarilah Wrekodara dan tarinya itu disebut tari tayungan. Tetapi kalau musuhnya orang Korawa, musuhnya itu tidak mati, sebab orang-orang Korawa hanya akan mati kelak dalam Perang Baratayuda. Sebelum ada Wrekodara, perang yang penghabisan ini disudahi oleh Betara Bayu. Hyang Bayu bermata telengan, berhidung dempak berkuku pancanaka. Bermahkota, berjamang tiga-susun, bersunting waderan, berpupuk, berkain poleng, menandakan Dewa ini berkesaktian angin. Hyang Bayu Dewanya Wrekodara. Maka Wrekodara pun disebut juga Bayusuta, oleh karena dipungut anak Hyang Bayu. Hanuman pun diambil anak oleh dewa mi. Maka ia juga berkain polong untuk menandakan, bahwa ia berdewa Bayu. Selain kain baju mereka yang berdewa Bayu serupa, kepala mereka juga berpupuk dan mereka pun berkuku pancanaka. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982

Batara Brama


SANG HYANG BRAMA Sang Hyang Brama adalah Dewa api (brama berarti api), putra Hyang Guru. Ia bersemayam di Deksina. Karena kesaktiannya Hyang Brama dapat membasmi segala keburukan yang menjelekkan dunia ini dengan apinya. Ketika Dewa ini dilahirkan besar pengaruhnya terhadap dunia mengeluarkan api hingga menjulang ke angkasa. Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Saraswati, putri Hyang Pancaweda yang terkenal karena sangat cantiknya. Dewa ini pernah bertakhta sebagai raja di Gilingwesi setewasnya Prabu Watugunung. Dewa yang bertakhta sebagai raja di dunia disebut ngejawantah, menampakkan diri. Suatu ketika Hyang Brama menyalahi adat-istiadat Dewa karena memihak pada Betari Durga dan bermaksud untuk memusnakan keluarga Pendawa. Kehendak Betara Brama dimufakati oleh Durga. Sampai sampai juga putri Hyang Brama, Dewi Dresanala yang diperistri oleh Arjuna, diceraikan oleh Hyang Brama. Kehendak Hyang Brama untuk memusnakan keluarga Pendawa terkabul. Malahan Hyang Brama dapat dikalahkan oleh anak Arjuna yang bernama Wisanggeni. Hyang Brama ditangkap oleh Wisanggeni dan diserahkan kepada Hyang Guru. Setibanya di hadapan Guru, Betara Brama menjadi sadar akan kekeliruannya. Ia diampuni oleh Hyang Guru dan kembali ke tempat kediaman para Dewa Kahyangan. Menurut lakon ini meski Dewa sekalipun, kalau bersalah, bisa kalahkan oleh manusia biasa. Sang Hyang Brama merupakan pangkal yang menurunkan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Wisnu. Sang Hyang Brama bermata kedondongan. Berhidung sembada (serba cukup) dan berbibir rapat. Ia bermahkota, menandakan bahwa ia Dewa yang berkuasa. Ia tidak menyelipkan keris secara yang biasa dilakukan orang, melainkan diselipkannya di depan, oleh karena ia memakai haju yang menutupi bagian belakang badannya. Memakai keris semacam itu disebut yang berarti syak wasangka selalu, sehingga setiap waktu ada bahaya keris itu mudah dihunus. Memakai keris secara demikian dilarang ole penjaga kerajaan, oleh karena si pemakainya dianggap mencuri. Menurut riwayat ini nampak, bahwa Dewa sekalipun bisa mengalami masa kalahnya dalam menghadapi manusia biasa, ini menandakan bahwa kebenaranlah yang selalu menang atas perbuatan salah manusia. Selagi Hyang Guru sebagai Dewa yang tertinggi bisa mengalami kekalahannya juga terhadap manunia biasa, hal itu disebabkan kerena salahnya perbuatan: Hyang Guru. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka -

Batara Indra


BETARA INDRA Betara Indra adalah putra Hyang Guru. Dewa ini terhitung berkuasa di sebagian Jonggringsalaka, tempat tinggal Betara Guru yang disebut juga Kaendran. Waktu Dewa ini dilahirkan, demikian besar pengaruhnya, hingga bumi bergetar, angin meniup sangat kencang dan air laut menghempas sampai meluap kedarat. Kekuasaan Hyang Indra ialah memerintah segala Dewa atas titah Betara Guru. Maka Betara Indra pun bertanggung jawab mengenai segala sesuatu di tempat kediaman para Dewa. Ia menguasai semua bidadari di Sorga. Berkuasa menentukan hadiah-hadiah yang akan dianugerahkan kepada manusia. Karena kekuasaannya yang begitu besar, maka Betara Indra selalu menerima hal-hal yang diajukan oleh insan manusia kepada Dewa. Indra berputra dua orang putri: 1. Dewi Tari yang dianugerahkan kepada Raden Sugriwa, seorang ksatria kera, dan 2. Dewi Tari yang dianugerahkan kepada Prabu Dasamuka, Raja Raksasa di Alengka. Betara Indra bermata kedondongan (serupa buah kedondong), berhidung mancung, berbibir rapat. Bermahkota, sebagai tanda, bahwa ia adalah seorang Dewa Raja. Berkain rapekan pendeta, berbaju, dan bersepatu. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Sumber : Sejarah Wayang Purwa